PROKAL.CO, TARAKAN – Berbatasan langsung dengan Negara Malaysia, membuka peluang masuknya bahan makanan ke pasar-pasar konsumen di Bumi Paguntaka. Sayur-mayur termasuk satu komoditas yang mudah ditemui berlabel impor. Jika selama ini sayur mayur dari Malaysia masuk ke Indonesia sangat bebas, lain halnya sekarang.
Impor sayuran dari Malaysia dipastikan ilegal. Itu setelah pemerintah menetapkan hanya empat pelabuhan di Indonesia yang diperbolehkan menerima barang dari luar negeri.
Petrus (67), salah seorang petani sayur di Kelurahan Juata Kerikil, Tarakan Utara tak mempermasalahkan jika ada sayuran impor dipasok ke pasar dalam negeri. Yang disayangkan, hanyalah komoditas hasil petani sendiri seperti kentang yang dianaktirikan. Importir selama ini tak menimbang keberadaan petani lokal. Sejumlah sayuran masih bisa tumbuh dan dipanen dengan hasil memuaskan di Indonesia.
"Tidak tahu kenapa masih ada yang impor, padahal wortel lokal banyak tersedia di sini," tuturnya.
Dengan adanya sayur impor ini juga menyebabkan penurunan produksi petani lokal. Sebab kebanyakan masyarakat lebih memilih sayur impor karena alasan warna lebih cerah. “Inilah yang juga bisa membuat petani merugi, karena daya beli yang kurang,” keluh Petrus.
Untuk menghindari hal tersebut, Kantor Karantina Tarakan terus melakukan inspeksi mendadak (sidak) terhadap sayur impor yang dinilai tidak memiliki izin edar di Tarakan.
Sepanjang tahun 2017 total sekira 18.389,5 kilogram (kg) bahan makanan seperti sayur-sayuran ilegal dimusnahkan. (lihat grafis). Untuk diketahui, pemasukan buah dan sayuran segar dari luar negeri ke Indonesia hanya bisa melalui pelabuhan di Surabaya, Medan, Jakarta dan Makassar. Di luar dari pelabuhan tersebut, impor buah sayuran segar dipastikan ilegal.
Kepala Seksi Karantina Tumbuhan, di Kantor Balai Karantina Pertanian Kelas II Tarakan, Mustamin mengatakan dengan tidak diperbolehkannya impor sayur dan buah tersebut sudah diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) nomor 42 tahun 2012 tentang Tindakan Karantina Tumbuhan ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia. Dalam artian pelabuhan di Kalimantan Utara (Kaltara) bukanlah pintu resmi masuknya buah dan sayuran segar dari luar negeri.
“Jadi selain empat pelabuhan itu merupakan tempat pemasukan ilegal, termasuk Kaltara,” tutur Mustamin saat ditemui Radar Tarakan di ruang kerjanya, Senin (11/12).
Lebih lanjut Mustamin menjelaskan, persyaratan barang impor harus memenuhi persyaratan teknis yang diatur dalam Undang-Undang (UU) nomor 16 tahun 1992 tentang Karantina Hewan Ikan dan Tumbuhan, yang terdapat di dalam pasal 8 yakni, wajib melengkapi sertifikat kesehatan tumbuhan dari negara asal dan negara transit.
Melalui tempat pemasukan yang ditetapkan, dan kemudian dilaporkan kepada petugas karantina di tempat pemasukan untuk keperluan tindakan karantina tumbuhan.
“Kalau ilegal pasti dari negara asal tidak akan menerbitkan sertifikatnya,” lanjutnya.
Mustamin mengatakan, Permentan itu diterbitkan dengan dilatarbelakangi semangat memperjuangkan petani lokal. Langkah ini adalah pembatasan impor yang dapat menjaga peluang pengembangan potensi buah dan sayuran lokal dari petani, khususnya di Tarakan.
“Jadi tujuannya juga sayur lokal kita yang bisa diekspor,” ucap Mustamin.
Untuk bisa mengimpor sayur dan buah-buahan pun tidak mudah. Sebab negara asal terlebih dulu harus melengkapi sertifikat yang diwajibkan dalam Permentan nomor 55 nomor 2016 tentang Pengawasan Keamanan Pangan terhadap Pemasukan Pangan Segar Asal Tumbuhan. Dalam hal ini harus ada keterangan keamanan pangan dari negara asal apabila masuk ke Indonesia.
“Jadi keamanan pangan ini menyangkut masalah residu pestisida, cemaran biologi atau cemaran kimianya. Laboratoriumnya juga harus yang diakui di Indonesia,” terangnya.
Untuk diketahui, beberapa negara yang sudah diakui keamanan pangannya oleh Indonesia seperti Amerika Serikat, Australia, Selandia Baru.
Ia mengatakan, jika barang ilegal dan tidak memenuhi persyaratan karantina tentu melanggar aturan dan ada ancaman pidana. Berdasarkan dalam UU nomor 16 tahun 1992, dalam pasal 31 menyebutkan apabila dilakukan dengan sengaja maka hukuman kurungan tiga tahun atau denda Rp 150 juta. Sedangkan jika dengan tidak sengaja atau dalam hal ini tidak mengetahui asal usulnya, maka kurungan satu tahun lamanya dengan denda Rp 50 juta.
“Tetapi selama ini kami mengimbau kepada masyarakat dan sosialisasikan bagaimana tindakan penahanan dan pemusnahan. Jadi ini edukasi masyarakat kalau membawa barang ilegal melanggar hukum,” jelasnya.
Mengingat keterbatasan sumber daya manusia (SDM), badan karantina pertanian di bawah Kementerian Pertanian bekerja sama dengan Polri, Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Darat maupun Angkatan Laut, dan satuan tugas lainnya untuk melakukan pengawasan.
“Jadi ini bukan lagi kerja masing-masing instansi tapi semua instansi bisa terlibat dalam menjaga NKRI,” kata Mustamin.
Terpisah, saat ditanyakan peredaran sayur dan buah ilegal di Kaltara, Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Kaltara, Hartono mengatakan, sejauh ini mereka terus memantau di pasaran mengenai barang impor termasuk buah-buahan.
Dua bulan lalu, saat melakukan sidak, mereka menemukan buah mengandung bahan pengawet di Malinau yang diduga berasal dari luar Indonesia. Jika ada barang ilegal ditemukan di lapangan tentu akan langsung diberikan teguran lisan, apabila ke depannya ditemukan lagi maka barang tersebut dimusnahkan dan izin usaha dicabut.
“Sejauh ini kita tetap memantau barang impor di lapangan,” tutur Hartono kepada Radar Tarakan.
Menjelang Natal dan Tahun Baru ini, Disperindagkop Kaltara justru lebih banyak menemukan gula ilegal dari Tawau, Malaysia. Sementara untuk sayuran dan buah-buahan lebih banyak didatangkan dari Surabaya dan Samarinda. “Kalau buah impor sudah jarang ditemukan, sudah banyak barang lokal yang dijual,” tuturnya mengakhiri.
SELEKTIF DALAM MEMILIH BUAH IMPOR
Setiap sayur dan buah pasti memiliki kandungan vitamin dan gizi yang berbeda-beda di dalamnya. Baik itu impor maupun buah produksi dalam negeri. Namun, kebanyakan masyarakat lebih memilih buah impor dengan alasan harga yang murah dan penampilannya yang lebih bagus dibanding buah lokal.
Tapi, bagaimana dengan kandungan gizi dalam buah impor dan buah lokal. Apakah ada perbedaan kandungan gizi dan vitamin dalam buah-buah tersebut. Penanggung Jawab Program Gizi di Puskesmas Sebengkok, Nurhawa, S.K.M, menyebut tidak ada perbedaan antara buah lokal dan buah impor.
“Kandungan gizi buah sama aja, tidak ada yang membedakan. Paling yang membedakan tingkat kesegarannya, jadi nilai gizinya berkurang atau bahkan bisa rusak, karena pasti masa penyimpanannya lebih lama dibanding buah lokal,” ujarnya.
Nurhawa menjelaskan, setiap buah pasti memiliki kandungan gizi dan vitamin baik itu buah impor ataupun lokal. Namun yang berbeda adalah rasa atau bentuk. Hal ini disebabkan karena perbedaan lokasi penanamannya.
Selain itu, dirinya menyebut kemungkinan pada buah impor mengandung bahan kimia seperti pengawet. Sebab, buah impor menghabiskan waktu cukup lama pada perjalanan untuk sampai ke Indonesia. Jika buah lokal, akan lebih mudah busuk.
“Jadi buah impor dari waktu mulai dipetik, dikemas dikirim kan butuh waktu lama padahal buah segar masa simpannya tidak bisa lama. Jadi kemungkinan ada penambahan pengawet agar bisa bertahan lebih lama. Tapi selama tidak ada pengawet nilai gizinya sama saja,” jelasnya.
Untuk itu, Anda harus pandai membedakan buah segar dengan kualitas bagus, dirinya menganjurkan untuk memperhatikan warna, aroma, dan fisik buah tersebut.
“Karena bakteri itu tidak bisa dilihat dengan kasat mata, harus dengan alat bantu. Tapi kalau membedakan buah kualitas bagus bisa dilihat dari warnanya akan kelihatan segarnya, dan aromanya. Jadi sebagai pembeli kita harus selektif tidak serta tergiur harga murah,” pungkasnya. (*/one/ega/nri/lim)
Baca Kelanjutan Sayur Ilegal Mudah Ditemui - Radar Tarakan : http://ift.tt/2AOJmvv
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Sayur Ilegal Mudah Ditemui - Radar Tarakan"
Post a Comment