Papua No. 1 News Portal | Jubi ,
PERJALANAN menuju Kampung Wasur, Distrik Merauke, ditempuh kurang lebih setengah jam menggunakan sepeda motor. Kampung tersebut berada di pinggiran kota yang juga masuk dalam Kawasan Taman Nasional Wasur.
Suasana dalam kampung tampak sepi. Sebagian besar rumah tertutup. Hanya beberapa warga sedang sibuk membersihkan rumahnya, akibat genangan banjir, setelah hujan selama beberapa jam.
Untuk menuju ke rumah Petrus Kaize, salah seorang warga Kampung Wasur, harus melalui jembatan darurat. Karena dibawahnya terdapat rawa. Di halaman rumah Petrus, juga digenangi banjir. Sehingga terpaksa melepas sepatu dan menentengnya.
Petrus Kaize yang adalah ketua kelompok penanaman sayur-sayuran itu sedang tak berada di tempat. Namun sang istri, bersedia diwawancarai, karena juga menjadi bagian dalam kelompok itu.
“Suami saya ada keluar. Tetapi saya bisa diwawancarai, karena masuk dalam kelompok yang membuka lahan untuk ditanami beberapa jenis sayur-sayuran,” ungkap Theresia Ana kepada Jubi Selasa 13 Maret 2018.
Menurutnya, pada Januari 2018 lalu, Bruder Johny Kilok (salah seorang rohaniawan Katolik) menemui masyarakat Kampung Wasur, sekaligus menyampaikan niat membuka lahan agar ditanami sayur-sayuran.
“Kami merespon dengan positif. Lalu, dilakukan pertemua untuk pembukaan lahan. Rencana dimaksud, direalisasikan. Lalu, secara swadaya dibuka lahan dan dibuatkan bedeng-bedeng,” katanya.
Dikatakan, masyarakat termotivasi bekerja. Karena Bruder Johny Kilok selalu setia melakukan pendampingan bahkan ikut kerja.
Saat ini, menurut dia, beberapa jenis sayur telah ditanam. Sedangkan sebagian lagi masih disemaikan dan dalam beberapa hari kedepan, dipindahkan ke bedeng-bedeng.
Merekapun berharap Bruder Johny Kilok tetap mendampingi terus. Karena ini baru pertama kali warga setempat yang merupakan orang Marind memulai mencoba menanam sayuran di atas bedeng.
Bentuk pemberdayaan masyarakat lokal
Secara terpisah Ketua Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi (PSE) Keuskupan Agung Merauke, Bruder Johny Kilok mengatakan, program dimaksud adalah pemberdayaan terhadap masyarakat lokal dalam bidang pengembangan usaha sayur organik.
“Ini adalah program PSE Keuskupan Agung Merauke. Olehnya, kami melebarkan kegiatan dimaksud dengan membentuk salah satu kelompok yang jumlahnya baru sembilan orang,” ungkapnya.
Kelompok tersebut, kata Bruder Johny, dibentuk sejak Januari lalu. “Awalnya saya masuk dan melakukan pertemuan langsung bersama masyarakat setempat. Sekaligus menyampaikan rencana program dimaksud. Lalu direspon secara positif,” katanya.
“Dari situ, kami mulai berkerja secara bersama-sama membuka lahan berukuran 25x25 meter/segi, lalu menaikkan bedeng sekaligus menanam beberapa jenis sayuran mulai dari kangkung, sawi, tomat, lombok, kacang panjang serta beberapa jenis sayuran lain,” ujarnya.
Dikatakan, pembukaan lahan dilakukan secara manual dan hanya mengandalkan cangkul serta sekop. Tak ada alat pertanian seperti hantraktor untuk pembajakan. Jadi, lahan yang dibuka masih dalam skala kecil. Ini langkah awal dilakukan.
Lalu, menurut dia, kelompok juga baru satu yang dibentuk dengan jumlah sembilan orang. Animo masyarakat setempat yang umumnya adalah orang Marind, sangat tinggi. Bahkan, mereka meminta luasan lahan dibuka lagi.
“Saya mempertimbangkan bahwa untuk sementara waktu, kita buka ukuran kecil terlebih dahulu. Nanti setelah kelompok ini berhasil baik, baru dibentuk beberapa kelompok lagi,” ungkapnya.
Bruder Johny juga menjelaskan, pupuk yang digunakan adalah cair organik dengan beberapa bahan yang telah dipersiapkan. Kalau pupuk dasarnya kotoran kambing maupun ayam.
“Nanti setelah beberapa minggu kemudian tumbuh, baru menggunakan pupuk cair organik. Saya bersama warga setempat memproduksi sendiri. Tinggal akan digunakan,” tuturnya.
Ditambahkan, alasan memfokuskan perhatian kepada orang asli Papua, Bruder Johny mengaku, karena selama ini umumnya mereka belum mengetahui secara baik bagaimana bertani menggunakan pupuk organik.
Selain itu, kata putra kelahiran Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT) itu, juga ingin mengajarkan masyarakat lokal tentang budaya bekerja. Karena tanah mereka sangat luas dan subur. Sehingga dapat dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian apa saja.
“Saya ingin mengangkat martabat orang asli agar ikut bersaing dengan petani lain. Lalu, pendampingan melekat harus dilakukan. Tidak boleh mereka dibiarkan bekerja sendiri,” ungkap dia.
Ditambahkan, target pada akhir bulan Maret, sayur-sayuran yang telah ditanam, akan dipanen dan dijual kepada orang lain. “Saya mempunyai mitra seperti gereja maupun rumah sakit. Nanti tinggal saja sayuran dibawa sekaligus dijual,” katanya. (*)
loading...
Komen Saya
Laporan Warga
Simak Juga
Baca Kelanjutan Mendorong masyarakat Marind tanam sayur - Jubi | Portal Berita Tanah Papua No. 1 : http://ift.tt/2GpJ68I
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Mendorong masyarakat Marind tanam sayur - Jubi | Portal Berita Tanah Papua No. 1"
Post a Comment